Kepala Bappeda Sumenep Jadi Insinyur Profesional Utama Bertaraf ASEAN

Pemerintahan43 Dilihat

SUMENEP, Bongkar86.com – Dari Sumenep, ujung timur Madura, datang kabar yang membanggakan. Dr. Ir. Arif Firmanto, S.TP., M.Si., IPU, Kepala Bappeda Sumenep, baru saja menyandang gelar Insinyur Profesional Utama (IPU) sekaligus ASEAN Engineer (ASEAN Eng) sebuah capaian langka yang hanya dimiliki segelintir insinyur di Indonesia.

Gelar itu bukan sekadar prestise. Ia adalah pengakuan bahwa seorang insinyur asal kota kecil di pesisir Madura mampu berdiri sejajar dengan para profesional terbaik se-Asia Tenggara.

Di Indonesia, pemilik IPU masih bisa dihitung dengan jari. Nama-nama besar seperti Prof. Dr. Ir. Tole Sutikno, Ph.D. dari Universitas Ahmad Dahlan, Prof. Dr. Eng. Ir. Abraham Lomi, MSEE dari ITN Malang, atau Dr. Ir. Abdul Gaus dari Universitas Khairun menjadi sedikit contoh. Kini, daftar itu bertambah dengan hadirnya nama Arif Firmanto.

Setiap tahun, hanya segelintir insinyur yang berhasil memenuhi standar ketat ASEAN Federation of Engineering Organisations (AFEO) untuk meraih ASEAN Eng. Arif adalah salah satunya.

“Gelar ini bukan semata pencapaian pribadi, melainkan amanah. Tugas saya bagaimana pengetahuan dan pengalaman ini bisa kembali kepada masyarakat, khususnya dalam perencanaan pembangunan Sumenep yang berkelanjutan,” ujar Arif, Kamis (21/8/2025).

ASEAN Eng tidak jatuh dari langit. Untuk meraihnya, seorang insinyur harus aktif sebagai anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII), mengantongi sertifikat IPM atau IPU, memiliki pengalaman kerja lebih dari tujuh tahun, dan setidaknya dua tahun terlibat dalam proyek besar yang berdampak nyata.

Arif menempuh semua proses itu dengan konsistensi. Bagi dia, gelar insinyur bukan sekadar deretan huruf di belakang nama, melainkan bukti integritas dan dedikasi.

“Kalau insinyur hanya mengejar gelar, ya selesai di situ. Tapi kalau bisa memberi nilai tambah lewat karya, itu baru bermakna,” katanya.

Sebagai Kepala Bappeda Sumenep, Arif sadar gelar ASEAN Eng memberinya legitimasi profesional. Ia kini berada pada posisi strategis untuk merancang kebijakan pembangunan yang lebih inovatif, inklusif, dan berpihak pada masyarakat kecil.

Dalam kerangka Mutual Recognition Agreement (MRA), seorang ASEAN Eng bahkan berhak bekerja di 10 negara ASEAN. Namun bagi Arif, pencapaian itu tidak membuatnya lupa daratan. Ia memilih kembali ke akar: membaktikan ilmu dan pengalamannya untuk Madura.

“Pembangunan itu kerja kolektif. Tidak ada capaian besar tanpa kerja bersama,” ungkapnya.

Prestasi Arif Firmanto adalah bukti bahwa dari sebuah kota kecil bisa lahir nama besar yang diakui di tingkat regional. Gelar ASEAN Eng yang ia raih tidak hanya menjadi milik pribadi, melainkan kebanggaan Sumenep dan inspirasi bagi generasi muda.

Bahwa dari Madura, dari pelosok timur Jawa, seorang insinyur bisa menembus panggung global itu pesan yang ingin Arif wariskan.

“Yang penting bukan gelarnya, tapi manfaat yang bisa kembali ke masyarakat,” tutupnya.

Komentar