DPRD Sumenep Bahas Isu Krisis Pembangunan di Kepulauan, Wakil Komisi III Siap Perjuangkan APBD 2026

Infrastruktur106 Dilihat

SUMENEP, Bongkar86.com – Krisis fasilitas infrastruktur di kepulauan menggugah Forum Mahasiswa Kangayan (Formaka) untuk menghadirkan wakil rakyat di acara Pelantikan dan Forum Group Discussion (FGD) di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Sumenep, Jawa Timur. Minggu, 11 Mei 2025.

Ketua Umum Formaka periode 2025-2026, Rifki Qolib Mustofa mengatakan, undangan yang ditujukan kepada anggota DPRD Sumenep yang berasal dari Kepulauan ini menjadi langkah strategis agar bisa bersinergi antara wakil rakyat dan mahasiswa.

“Dengan hadirnya anggota dewan ini menjadi momentum kita bisa berdiskusi mengenai infrastruktur di Kepulauan ini,” kata Arif, Minggu (11/05/2025).

Menurutnya, banyak persoalan di Kepulauan yang masih belum terselesaikan sejak lama seperti infrastruktur jalan yang sangat mempengaruhi segala aspek sosial.

“Pembangunan mulai dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur transportasi dan jaringan komunikasi ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita, namun di Kecamatan Kangayan sangat minim pembenahan aspek itu,” ungkapnya.

Dalam FGD itu, kata dia, pihaknya mengundang 7 wakil rakyat asal Daerah Pilih (Dapil) VIII atau Kepulauan untuk berdiskusi infrastruktur di wilayah paling timur kota keris. Namun, yang hadir hanya dua orang, diantaranya anggota Komisi IV, Syamsul Bahri dan Wakil Ketua Komisi III, Wahyudi.

Aktivis dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Wiraraja yang turut diundang, Ahmad Faiq Hasan mempertanyakan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp.20 miliar yang sempat dilelang untuk pembangunan jalan poros Pabian-Kangayan.

Bahkan, Pemkab Sumenep belum mampu meramu solusi saat DAK itu ditarik, dan hanya menyisakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp.4 miliar untuk kepulauan.

“Komitmen Pemkab dan DPRD Sumenep seperti hanya angan-angan, yang seharusnya 10 persen APBD itu untuk infrastruktur, saat ini hanya Rp.19 miliar saja,” tandasnya.

Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi dari PUTR Sumenep, seluruh kabupaten hanya dianggarkan Rp.19 miliar dari 2,5 triliun itu tidak sesuai regulasi, karena harusnya 10 persen.

“Sedangkan untuk kepulauan hanya dapat Rp.4 miliar, diantaranya Rp.2 miliar untuk poros jalan kangayan, Rp.1 miliar untuk poros jalan Angon-Angon sampai Pajarnangger, Rp.400 juta untuk pemeliharaan jalan dari Pelabuhan Batu Guluk sampai Pandeman, dan Rp.600 juta untuk poros jalan Sabuntan, Kecamatan Sapeken,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, aturan berkaitan dengan itu ialah Perda No 02 Tahun 2023 tentang penyelenggaraan jalan, pasal 28 Ayat 3 ya g berbunyi, pemerintah daerah berkewajiban menyediakan dan untuk pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan daerah sekurang kurangnya 10% (sepuluh persen) Dari total APBD.

Menanggapi hal itu, Wakil Komisi III, Wahyudi juga menyesalkan sisa anggaran yang sangat minim itu. Bahkan, untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai putra daerah kepulauan akan memperjuangkan untuk APBD 2026.

“Kami perjuangkan melalui Badan Anggaran (Banggar), dari APBD 2026 yang kemarin baru dibahas meskipun belum final, dana yang dialokasikan ke kepulauan terakumulasi lebih dari Rp.80 miliar, dan itu berhasil saya perjuangkan di Banggar,” tegasnya.

Sektor Pendidikan
Di sisi lain, sektor pendidikan juga menjadi bahasan penting karena kepulauan menjadi salah satu kawasan yang pendidikannya terjadi kemunduran.

Pengurus Formaka, Abdurrahman Saleh mempertanyakan komitmen pemerintah dan DPRD Sumenep selama ini seperti apa. Sebab, menurutnya, pendidikan di kepulauan sangat jauh di bawah mulai budaya guru hingga fasilitasnya.

“Soal pendidikan, banyak fasilitas yang masih belum dipenuhi di sekolah-sekolah, bahkan terdapat guru yang sering tidak ada di tempat, bagaimana sikap pemerintah soal ini,” tandasnya.

Syamsul Bahri yang mewakili Komisi IV DPRD Sumenep, bahwa perjuangan untuk kepulauan itu telah dilakukan bahkan di tingkat legislatif.

Ia menambahkan, telah melakukan pengkajian mendalam fasilitas bisa terpenuhi dan guru-guru tidak punya ruang untuk bolos.

“Saya ngecek memang benar banyak guru yang dari daratan ngajar di kepulauan, tapi hanya satu bulan sekali bahkan dua bulan sekali baru ke kepulauan. Tapi absennya terisi, ini kan aneh,” ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, ia berupaya agar kebijakan bisa berubah dengan cara guru-guru itu ditempatkan di daerah asalnya agar tidak punya ruang untuk bolos.

“Kalau SK seperti PPPK kan biasanya terhalang kontrak, ini kami berupaya agar bisa dirubah. Karena biasanya kalau tidak absen 10 kali itu gaji tidak turun, tapi kok bisa di kepulauan seperti ini,” tukasnya.

Lebih lanjut, ia berharap, aspirasi yang disampaikan mahasiswa kepulauan ini bisa tersampaikan dengan baik dan akan ia perjuangkan di pemerintahan.

“Terkait guru yang tidak efektif mengajar, sekolah yang tidak layak dihuni dan aspirasi apapun, monggo disampaikan ke saya. Saya terbuka untuk teman-teman kepulauan,” ucapnya. (Tim/Red)

Komentar