Cacat Administrasi, Pemkab Sumenep Patuhi Putusan PTUN dan PT.TUN Surabaya Soal Pemberhentian Kepala Desa Gelaman Arjasa

Infrastruktur31 Dilihat

SUMENEP, Bongkar86.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep akhirnya mengambil langkah tegas dengan mencabut surat keputusan (SK) pengangkatan Sanrawi sebagai kepala Desa Gelaman, Kecamatan Arjasa. Jumat 04/07/2025

Langkah ini diambil setelah melalui proses hukum yang panjang dan sebagai bentuk kepatuhan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) Surabaya, terkait sengketa pemberhentian kepala desa.

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Sumenep Hizbul Wathan menjelaskan bahwa pencabutan SK tersebut merupakan tindak lanjut dari putusan PTUN Surabaya nomor 165/G/2023/PTUN.SBY jucnto putusan Banding PT.TUN Surabaya Nomor 38/B/2024/PT.TUN.SBY.

Dalam amar putusan tersebut, pemberhentian Sanrawi dari jabatan kepala Desa Gelaman dinyatakan sah secara hukum dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Setelah yang bersangkutan selesai menjalani pidana dan dibebaskan, kami telah melaksanakan putusan dengan melakukan pemberhentian terhadap yang bersangkutan, kami melakukan perubahan terhadap keputusan bupati Sumenep tentang pengangkatan kepala desa terpilih tahun 2019,” ujar Wathan.

Pencabutan tersebut dituangkan dalam Keputusan Bupati Sumenep Nomor: 100.3.3.2/180/KEP/013/2025 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Bupati Sumenep Nomor: 188/484/KEP/435.012/2019 tentang Pengesahan dan Pengangkatan Kepala Desa Terpilih Pemilihan Kepala Desa Serentak Tahun 2019 di Kabupaten Sumenep.

Menurutnya, permasalahan hukum yang membelit Sanrawi berawal dari Pilkades Gelaman tahun 2019. Dalam proses pendaftaran sebagai calon kepala desa, dia menyerahkan sejumlah berkas administrasi kepada panitia. Salah satu berkas yang dipersoalkan adalah surat pernyataan yang menyebutkan bahwa dirinya tidak pernah terlibat dalam tindak pidana.

Namun, dalam perjalanannya, terungkap bahwa surat pernyataan tersebut tidak sesuai fakta. Berdasarkan data dari Pengadilan Negeri Sumenep, Sanrawi pernah terlibat tindak pidana dan dijatuhi hukuman satu tahun empat bulan penjara pada tahun 2008. Fakta ini kemudian menjadi dasar hukum bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep untuk memberhentikannya.

“Ini adalah bentuk cacat administrasi yang serius, karena telah terjadi pemalsuan dokumen dalam proses pencalonan,” jelas Wathan.

Dia menambahkan, proses hukum atas kasus ini berlangsung cukup lama karena pihak bersangkutan mengajukan gugatan ke PTUN dan banding ke PT.TUN Surabaya.

Namun pada akhirnya, kedua pengadilan tersebut menguatkan bahwa keputusan Pemkab Sumenep dalam memberhentikan Sanrawi adalah sah dan memiliki dasar hukum yang kuat.

Wathan menegaskan bahwa langkah Pemkab Sumenep mencabut SK lama dan menerbitkan keputusan baru adalah bentuk penghormatan terhadap putusan hukum dan komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan aturan secara konsisten.

“Kami tidak bertindak berdasarkan tekanan, melainkan semata-mata menjalankan aturan hukum dan melaksanakan keputusan pengadilan yang telah inkracht. Ini juga sebagai bentuk tanggung jawab moral dan administrasi Pemkab Sumenep dalam memastikan setiap kepala desa benar-benar memenuhi syarat hukum,” pungkasnya.(Tim/Red)

Komentar