SUMENEP, Bongkar86.com – Ada yang berbeda di Sumenep selama Juni ini. Di setiap sudut kantor pemerintahan, para lelaki Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai BUMN dan BUMD tampil dengan kepala berpeci hitam.
Bukan sekadar atribut, tetapi simbol penghormatan yang hidup mengenang sosok yang pernah mengguncang dunia: Ir. Soekarno.
Kebijakan ini lahir dari sebuah perintah yang sederhana namun sarat makna dari Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo.
Selama Bulan Juni, seluruh ASN laki-laki dan pegawai instansi pelat merah diwajibkan mengenakan peci hitam saat bertugas.
Perintah itu bukan hanya tentang pakaian, tapi tentang jiwa bangsa yang harus terus dihidupkan.
“Ini bulan Bung Karno. Bulan untuk mengingat, meneladani, dan mewujudkan cita-cita besar beliau dalam tindakan nyata,” ujar Bupati Achmad Fauzi
Bulan Juni memang istimewa. Di sinilah sejarah Republik Indonesia berdenyut kuat: 1 Juni, Pancasila lahir dari pidato monumental Soekarno.
6 Juni, Bung Karno dilahirkan. 21 Juni, beliau wafat. Sumenep tak ingin bulan ini berlalu hanya sebagai tanggal di kalender.
“Peci hitam itu simbol perlawanan, kesederhanaan, dan keteguhan seorang Bung Karno. Kami ingin nilai-nilai itu tertanam dalam diri seluruh aparatur. Bahwa melayani rakyat adalah jalan sunyi seorang pejuang,” tegas Bupati.
Namun, peringatan Bulan Bung Karno tak berhenti pada simbol.
Pemerintah Kabupaten Sumenep mengajak seluruh masyarakat untuk menghidupkan kembali semangat Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Mengarusutamakan kebangsaan di tengah gelombang zaman. Menghidupkan kembali Indonesia, mulai dari pelosok Madura.
Bupati Achmad Fauzi menegaskan bahwa tugas ASN di bulan Juni ini bukan hanya mengenakan peci hitam, tapi menyalakan semangat Bung Karno di meja kerja, di ruang pelayanan, di hati masyarakat.
Bahwa Indonesia bukan warisan, melainkan tanggung jawab yang terus diperjuangkan.
“Bulan ini adalah momen refleksi. Mari kita lihat kembali arah perjuangan bangsa. Kita jaga Pancasila, kita tegakkan keadilan sosial, dan kita majukan Sumenep dengan semangat gotong royong,” pungkasnya.
Instruksi ini berlaku setiap tahun, dan telah menjadi ketetapan bagi seluruh pimpinan perangkat daerah dan jajaran BUMD di Sumenep. Sebuah tradisi yang menyentuh sejarah dan menyulut harapan.
Bulan Bung Karno bukan lagi seremoni. Di Sumenep, ia menjadi gerakan kesadaran. Sebuah cara baru mencintai negeri. Dari Madura, untuk Indonesia.(Apo)
Komentar